Paduan Tahuri (Sanggar Kakoya Tahuri Hutumuri)
Tempo dulu uper merupakan sebutan yang dipakai sebagai tanda dari bunyi tiupan yang terbuat dari kerang atau kulibia untuk mengumpulkan masyarakat di baileo ataupun sebagai tanda untuk maju berperang melawan musuh. Kisah uper yang akhirnya disebut dengan Tuahuri yang oleh masyarakat Negeri Hutumuri saat ini dikenal dengan sebutan Tahuri, berawal pada tahun 1958 yang merupakan ide berlian dari seorang panglima tentara Almarhum Bapak Latumahina ketika mengunjungi Negri Tua Hutumuri- Lounusa Besi yang berkedudukan di gunung Maot.
Dipuncak gunung Maot saat beliau berkunjung, beliau mendengar bunyi uper yang menggema yang diiringi tifa dan totobuang kayu antar gunung yang satu dengan yang lain, membuat hati panglima tersentuh dan berpikir sejenak. Bahwa apa yang sementara didengar itu menyimpan sejuta makna dari bunyi-bunyi yang bisa mendendangkan nada dalam birama yang harmonis.
Pikiran berlian beliau tidak hanya sebatas perenungan saja dipuncak gunung itu tetapi beliau wujudkan dengan meminta kesediaan bapak Dominggus Horhoruw sebagai anak Negeri Hutumuri yang mengerti seni musik untuk menjadikan uper sebagai musik yang berbeda dalam penyatuan nada yang harmoni dalam bentuk kelompok suling kulibiah. Terwujudlah sudah pikiran berlian sang panglima, karena di tahun 1963 kelompok kulibiah anak-anak negeri dipercayakan untuk mewakili Provinsi Maluku dalam rangka acara pembukaan Ganevo dengan nama “Pela Nyong” yang dipimpin oleh panglima Latumahina di Senayan Jakarta.
Waktu terus berputar, nada dan birama suling kulibiah berpadu harmoni melahirkan bahana budaya di tangan Dominggus Horhoruw. Sang pencetus nada dari kerang (kulibiah) yang sudah beruban itu harus mewariskan kelompok musik tradisional ditangan anaknya Carolis Horhoruw. pada tahun 1964 beliau menjelajahi seram dan naik ke gunung Manusela. Setelah melakukan penjelajahan di gunung Manusela maka tercetuslah nama “Tuahuri/Tahuri”. Carolis Horhoruw adalah ahli pencetus nada-nada baru dari kerang-kerang mati, beliau juga menciptakan nada baru sampai 2 oktaf. Bukan hanya kulibiah saja tetapi juga belaiu melakukan kolaborasi dengan alat musik seperti tifa, kleper, suling, bambu gesek, bambu toki.